Kefuturan merupakan fase degradasi iman yang kerapkali dialami oleh setiap orang. Fase tersebut sudah pasti dialami, karena sesuai dengan perkataan baginda Nabi bahwa iman itu bersifat fluktuatif.
Dalam kacamata psikologi, kefuturan dapat diartikan sebagai kondisi melemahnya mental positif seseorang, sehingga orang tersebut tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan; keluar dari rel kebiasaan orang normal.
Efek yang ditimbulkan tidak main-main, mulai dari lalai dari tanggung jawab, manajemen waktu yang berantakan hingga kondisi kejiwaan yang tidak stabil; mengalami kegusaran dan perasaan tidak tenang. Jika dibiarkan terlalu lama, kondisi tersebut dapat membentuk kepribadian tidak sehat.
Dalam bukunya yang berjudul psikologi umum, psikolog kondang Dr. Alex Sobur memberikan ciri-ciri pribadi yang tidak sehat, diantaranya;
-Tidak mampu melakukan persahabatan, mengisolasikan diri
-Daya konsentrasi buyar; ketekunan dalam pekerjaan hancur, terlalu banyak melamun
-Penyangkalan terhadap nama, asal-usul, suku bangsa, masa lampau
-Tidak mampu memperjuangkan diri, bahkan kadang-kadang timbul keinginan mengakhiri hidup, berkaitan dengan kebosanan hidup
-Sifat ingin membalas dendam;bereaksi terlalu radikal terhadap orang lain ataupun dirinya sendiri;tidak mengakui dan tidak menerima masa lampaunya, lalu mengubah diri secara sangat radikal (identitas negatif).
Salah satu ulama kondang Dr. Syafieq dalam kajiannya memberikan tips/strategi agar efek yang ditimbulkan saat kita mengalami fase kefuturan tidak terlalu parah, sehingga kita dapat segera melaluinya.
Beliau mengatakan bahwa saat kita sedang berada pada fase on fire (iman kuat), gunakan untuk memperbanyak aktivitas positif (peningkatan kuantitas-intensitas) sehingga nanti ketika mengalami fase kefuturan, ada sisa aktivitas positif yang masih dilakukan. Aktivitas positif itulah yang menjadi salah satu faktor seseorang bisa melalui fase kefuturan.
Example, saat seseorang berada pada fase iman yang kuat, ibadah” sunah banyak dikerjakan; puasa sunah, shalat rawatib, shalat dhuha, baca Qur’an dsb, ketika fase kefuturan datang, secara otomatis ada beberapa aktivitas positif yang ditinggalkan seperti tidak puasa sunah atau dhuha, tidak sampai yang wajib apalagi berani melakukan dosa besar.
Pakar psikologi behavior BF Skinner biasa menyebut demikian sebagai pola _shaping_ atau pola tingkah laku positif yang berubah menjadi kebiasaan (habit). Pola tingkah laku positif terbentuk saat seseorang berada pada kondisi mental positif.
Example saat seseorang berada pada kondisi mental positif, banyak tingkah laku positif yang dilakukan seperti; bangun pagi, datang kerja/kuliah tepat waktu, penuh semangat, olahraga pagi, membersihkan rumah sebelum beraktivitas dsb. Ketika mental positif melemah, ada beberapa tingkah laku positif yang tidak dikerjakan, seperti tidak membersihkan rumah atau malas berolahraga, tidak sampai kuliah atau pekerjaan yang ditinggalkan. (*/cr3)
Sumber: satubanten.com