oleh

Dirjen PPTR: Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sebagai Upaya Mewujudkan Tertib Tata Ruang

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) telah menghadirkan beberapa turunan Peraturan Pemerintah (PP) di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), khususnya Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR).

Adapun PP turunan UU Cipta Kerja di bidang pengendalian dan penertiban tanah dan ruang, antara lain PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar; serta PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Dirjen PPTR), Budi Situmorang mengatakan, posisi pengendalian dalam pemanfaatan ruang salah satunya menjalankan law enforcement.

“Hal ini berlaku setelah adanya penilaian terhadap pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) di suatu wilayah,” ujar Budi Situmorang dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/10/2021).

Namun demikian, lanjut Budi, law enforcement atau posisi pengendalian dilakukan melalui empat tahapan, yakni menemukan, mencegah, menghukum, dan memulihkan.

Baca Juga  Jaringan Dewan Pers Asia Tenggara Siap Bangun Kolaborasi

“Jadi, kita tidak sekadar hanya menghukum. Saya mengatakan ini karena pengendalian yang berbasis nilai tambah. Jadi, kita melakukan pencegahan menghukum itu dalam rangka untuk memulihkan. Setelah Rencana Tata Ruang (RTR), pemanfaatan, lalu dilakukan pengendalian supaya dia mengikuti RTR. Kita bukan hanya menghukum saja, tapi memberikan pemulihan,” tegasnya.

Budi menjelaskan, dalam PP Nomor 21 Tahun 2021, KKPR dan Sinkronisasi akan menghasilkan pemanfaatan ruang. Kemudian, Ditjen PPTR akan melakukan penilaian pelaksanaan KKPR dan pernyataan mandiri pelaku UMK, penilaian perwujudan RTR, serta pemberian insentif dan disinsentif.

Menurut Budi, pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang yang dilakukan berdasarkan muatan RTR sehingga pengendalian dilaksanakan untuk mendorong terwujudnya tata ruang sesuai dengan RTR.

“Kami mengawasi, mengendalikan, bahkan bila perlu menertibkan. Penertiban sanksi ini berupa administrasi maupun pidana. Dalam UU Cipta Kerja dikatakan bahwa prioritaskan sanksi administrasi dahulu supaya kita lakukan pencegahan. Hasil pengendalian ini untuk meninjau kembali sehingga benar-benar kita tertib tata ruang, kemudian mendorong terwujudnya tata ruang sesuai RTR. Kemudian kita lakukan pencegahan, penegakkan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang,” tegasnya.

Baca Juga  HPN 2023: Bupati Nikson Nababan: Taput Siap Sambut Ekspedisi Toba

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat, Yagus Suyadi, menyampaikan perihal PP Nomor 20 Tahun 2021. Ia menuturkan, pada prinsipnya PP ini mengimbau serta mengharapkan agar setiap jengkal bidang tanah dapat dimanfaatkan secara optimal.

“Setiap pemegang hak, baik perorangan maupun badan hukum, bisa badan hukum privat maupun badan hukum publik, ini mempunyai kewajiban untuk menjaga kesuburan, menjaga kelestarian dari bidang tanah sehingga harapannya tidak ada lagi nanti yang terindikasi sebagai tanah telantar,” terangnya.

Baca Juga  Taufiqurrahman Ruki Sebut Keinginan Penggagas Provinsi Banten Belum Sepenuhnya Terwujud

Lebih lanjut, Yagus menjelaskan, kawasan merupakan objek baru, yaitu non-kawasan hutan yang belum dilengkapi hak atas tanah, tetapi telah memiliki izin konsesi maupun perizinan berusaha, tetapi tidak diusahakan, tidak digunakan, dan tidak dimanfaatkan.

Dalam Pasal 180 Ayat 1 UU Cipta Kerja disebutkan, hak izin atau konsesi tanah dan atau kawasan yang dengan sengaja tidak diusahakan atau ditelantarkan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak diberikan, akan dicabut dan dikembalikan kepada negara. Selanjutnya, hak izin yang dicabut ditetapkan sebagai kawasan atau tanah telantar.

“Ini tidak sesuai dengan tujuan dari kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakannya ialah setiap jengkal tanah harus dimanfaatkan secara optimal karena ini akan menunjang perekonomian nasional. Secara tidak langsung, nanti akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kalau dibiarkan, ditelantarkan, ini salah satu istilahnya pemborosan terkait dengan fungsi tanah,” tandasnya. (*/cr2)

Sumber: beritasatu.com

News Feed