Jakarta – Dubes RI untuk Mesir 2007-2011 Dr. H. Abdurrahman Muhammad Fachir berpendapat, media sosial (medsos) dapat menjadi kekuatan alternatif untuk meningkatkan kepedulian kalangan milenial di Indonesia terhadap arti pentingnya dukungan bagi kemerdekaan Palestina.
“Medsos perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian dan dukungan kaum milenial Indonesia terhadap perjuangan bagi kemerdekaan Palestina, tentu dengan menggunakan bahasa anak muda,” katanya pada webinar dalam menyambut peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan RI, Selasa malam (17/8/2021).
Webinar dengan tema “Perjuangan diplomasi pemuda dan pelajar Indonesia di luar negeri untuk kemerdekaan RI tahun 1945” itu diselenggarakan oleh Salam Intitute dan Aspac for Palestine serta didukung oleh Gerakan Pemuda Al Washliyah, Pemuda Dewan Da’wah, Barisan Pemuda Al-Itthadiyah, Hima PERSIS, HMI, dan beberapa Ormas pemuda Islam lainnya.
Selain Dr. AM Fachir, pembicara lain pada webinar yang diikuti lebih dari 100 peserta di seluruh Tanah Air itu adalah Prof. Dr. Sudarnoto (Ketua MUI Pusat Bidang Hubungan Luar Negeri) dan Farah Qoonita (penulis, aktifis, dan pegiat media).
AM Fachir lebih lanjut mengemukakan, pada masa lalu para pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir berjuang bahu-membahu melalui lobby dan diplomasi bagi kemerdekaan Indonesia. Perjuangan mereka kemudian berhasil dengan adanya pengakuan Palestina dan Mesir serta negara-negara lainnya di kawasan Timur Tengah terhadap kemerdekaan RI.
“Maka, sekarang saatnya generasi muda Indonesia berbicara dengan mengoptimalkan medsos dalam memberikan dukungan bagi kemerdekaan Palestina,” kata mantan Dubes RI untuk Mesir yang juga pernah menjabat sebagai Dubes RI untuk Saudi Arabia tahun 2011-2014 itu.
Menurut dia, Indonesia konsisten berpegang teguh pada amanah konstitusi yang menentang berbagai bentuk penjajahan di muka bumi, termasuk penjajahan Israel atas Palestina, dan Palestina adalah satu-satunya negara di dunia yang belum merdeka sejak pelaksanaan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955.
“Selain persoalan penjajahan, masalah Palestina juga adalah masalah kemanusiaan atau pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh Zionis Israel,” kata Wakil Menteri Luar Negeri RI periode 2014 – 2019 itu.
Sebelumnya AM Fachir menjelaskan tentang perjuangan para pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir sejak 1912 dengan nuansa ke-Islaman, dan lebih dinamis pada 1920 hingga 1940 serta makin heroik di masa kemerdekaan serta pasca kemerdekaan agar kemerdekaan Indonesia mendapatkan pengakuan dunia internasional.
Ia juga mengemukakan, Indonesia secara konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk memperoleh kemerdekaan dan kedaulatannya secara penuh melalui berbagai forum, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Gerakan Non Blok (GNB).
Selain itu Pemerintah juga konsisten memberikan bantuan kemanusiaan bagi Palestina, terutama dengan memberikan pelatihan-pelatihan bidang SDM bagi para pegawai negeri sipil Palestina, sementara rakyat Indonesia membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza Palestina, di samping terus memberikan donasi untuk membantu meringankan beban penderitaan rakyat Palestina.
Sementara itu Ketua MUI Pusat Bidang Hubungan Luar Negeri Prof. Dr. Sudarnoto mengemukakan, selain di Mesir, para mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda pada masa lalu juga giat membangun jejaring dan berdiplomasi bagi kemerdekaan Indonesia serta untuk meraih pengakuan dunia internasional terhadap kemerdekaan RI.
“Sulit membayangkan negara merdeka tanpa pengakuan internasional. Dengan upaya cerdas dan jejaring yang cerdik, para mahasiswa Indonesia di Belanda mengupayakan agar negara yang baru merdeka ini diakui dunia internasional,” katanya.
Sementara itu penulis, aktivis, dan pegiat media Farah Qoonita menyatakan, para pengguna medsos dari kalangan milenial yang cinta kemanusiaan di Indonesia dan di dunia internasional tidak boleh apatis melihat persoalan kemanusiaan yang terjadi atas bangsa Palestina.
Khusus bagi Indonesia, lanjutnya, jasa besar bangsa Palestina tidak akan terlupakan, di mana Mufti Besar Palestina Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini yang saat itu sedang bersembunyi di Jerman mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia sebelum tokoh negara-negara Arab lainnya mengemukakan pernyataan yang sama. (*/red)